Resume Mata Kuliah Agama Islam


Pertemuan Ketujuh: Hukum Waris


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Hallo, sobat mukmin! Semoga hati selalu diliputi iman dan raga dibalut kesehatan. Aamiin
Penulis kembali sharing ilmu, kali ini berkenaan tentang hukum waris. Semoga bermanfaat.

Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya yaitu ahli waris dari pihak yang meninggal tersebut. Hukum waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: hukum waris Adat, hukum waris Islam dan hukum waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerabatan yang masyarakat anut.

Hukum Waris Islam

Dalam islam warisan dibahas dalam bidang ilmu faraidh. Ilmu Faraidh termasuk ilmu yang paling mulia tingkat bahayanya, paling tinggi kedudukannya, paling besar ganjarannya, oleh karena pentingnya, bahkan sampai Allah sendiri yang menentukan takarannya, Allah terangkan jatah harta warisan yang didapat oleh setiap ahli waris, dijabarkan jumlahnya dalam beberapa ayat yang jelas, karena harta dan pembagiannya merupakan sumber ketamakan bagi manusia, sebagian besar dari harta warisan adalah untuk pria dan wanita, besar dan kecil, mereka yang lemah dan kuat, sehingga tidak terdapat padanya kesempatan untuk berpendapat atau berbicara dengan hawa nafsu. Tujuan dari pengaturan harta waris adalah agar tidak ada persengketaan atau perselisihan mengenai harta yang telah ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal. Dengan pengaturan harta waris maka tidak akan ada pihak atau orang yang merasa berhak, merasa paling harus menguasai harta yang ditinggalkan. Pembagian harta warisan akan lebih kekeluargaan dan tidak mengundang konflik.

Dalil tentang Waris

Dalil mengenai harta waris dalam islam ada di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 11-12 yang cukup detail dibahas dan disampaikan di Al-Quran.

وصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا 
النِّصْفُ وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (١١) وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ (١٢)

Terjemahan:
11.  Allah mensyari'atkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
12.  Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) setelah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan setelah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) setelah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Selain itu, dibahas juga di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 176

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِى ٱلْكَلَٰلَةِ ۚ إِنِ ٱمْرُؤٌا۟ هَلَكَ لَيْسَ لَهُۥ وَلَدٌ وَلَهُۥٓ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوٓا۟ إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا۟ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۢ
Terjemahan:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Pembagian Harta Waris

Pembagian warisan dalam islam tidak hanya berdasarkan atas nasab dan muhrim dalam islam saja. Ada spesifikasi dan pembagian yang berbeda antar status keluarga. Dari ayat al-quran yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diambil beberapa poin untuk menjelaskan mengenai pembagian harta waris dalam islam.

  1. Ahli waris yang mendapat ½
  • Suami yang istrinya meninggal. Syaratnya adalah ia tidak memiliki keturunan (laki-laki atau perempuan), walaupun keturunan tersebut adalah anak tiri.
  • Anak kandung perempuan. Syaratnya adalah ia tidak memiliki anak laki-laki dan anak perempuan tersebut adalah anak tunggal.
  • Cucu cerempuan dari keturunan anak laki-laki. Syaratnya adalah cucu tersebut tidak memiliki anak laki-laki, merupakan cucu tunggal (satu-satunya), dan tidak memiliki anak perempuan ataupun anak laki-laki.
  • Saudara kandung perempuan. Syaratnya saudara tersebut adalah seorang diri dan tidak memiliki saudara lain. Ia pun tidak memiliki ayah atau kakek atau keturunan (anak laki-laki ataupun perempuan)
  • Saudara perempuan yang seayah. Syaratnya adalah ia tidak memiliki saudara (hanya seorang diri) dan tidak memiliki saudara kandung. Ia pun tidak memiliki ayah atau kakek.
  1. Ahli waris yang mendapat ¼
  • Suami yang ditinggalkan istrinya. Syaratnya adalah istri memiliki anak atau cucu dari keturunan laki-lakinya. Cucu tersebuit bisa dari darah dagingnya atau tidak.
  • Istri yang ditinggal suaminya, syaratnya adalah suami tidak memiliki anak atau cucu.
  1. Ahli waris yang mendapat 1/8
Istri yang ditinggalkan oleh suaminya yang memiliki keturunan baik laki-laki atau perempuan, baik anak tersebut berasal dari rahimnya atau bukan.

  1. Ahli waris yang mendapat 2/3
  • Dua orang anak kandung perempuan atau lebih yang tidak memiliki saudara laki-laki
  • Dua orang cucu perempuan dari keturunan anak laki-laku yang dengan syarat bahwa pewaris tidak memiliki anak kandung dan tidak mempunyai saudara laki-laki
  • Dua saudara perempuan atau lebih dengan syarat bahwa pewaris tidak memiliki anak, tidak memiliki ayah atau kakek, dan tidak memiliki saudara laki-laki
  • Dua perempuan yang satu ayah dengan syarat tidak memiliki anak, ayah, atau kakek. Ia tidak memiliki saudara laki-laki seayah dan tidak memiliki saudara kandung.
  1. Ahli waris yang mendapat 1/3
  • Ibu yang tidak memiliki anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki. Ia tidak memiliki dua atau lebih saudara kandung atau tidak kandung
  • Saudara perempuan dan laki-laki yang seibu, tidak memiliki anak, ayah, atak kakek. Jumlah saudara seibu tersebut adalah dua orang atau lebih.
  1. Ahli waris yang mendapat 1/6
  •  Ibu bersama anak atau cucu dari anak laki-laki
  •  Nenek
  • Saudari seayah bersama Saudari seayah ibu
  • Ayah bersama anak atau cucu dari anak laki-laki
  •   Kakek
Syarat dan Rukun Pembagian Waris

Terdapat empat syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut

  1. Matinya Orang yang Mewariskan
Kematian orang yang mewariskan harus bisa dibuktikan, baik dengan pemeriksaan teliti, terdapat saksi, hingga diberitakan sudah meninggal dari pihak yang dapat dipercaya. Bagi orang yang sedang sakit parah atau koma berkepanjangan, maka hartanya belum bisa diwariskan. Bagaimanapun juga harta warisan menjadi sah jika pewaris sudah benar-benar meninggal. Untuk kasus orang hilang yang kabarnya tidak bisa diketahui, kematian dapat dinyatakan melalui putusan hakim sehingga harta warisan dapat dibagi kepada ahli warisnya.

  1. Hidupnya Orang yang Mewarisi
Jika pewaris sudah dipastikan meninggal, maka ahli waris yang akan menerima hartanya harus dalam keadaan hidup, kendati dalam keadaan sekarat, meskipun tak lama kemudian menyusul meninggal.

  1. Terdapat Hubungan Ahli Waris dengan Si Mayit
Syarat lain yang mesti dipenuhi adalah adanya hubungan antara ahli waris dengan pewaris, baik melalui kekerabatan nasab, hubungan pernikahan, atau pemerdekaan budak (wala'). Namun, kendati memiliki hubungan tertentu yang menjadikan ahli waris dapat menerima pusaka, terdapat penghalang yang membatalkan warisan. Misalnya jika ahli waris membunuh pewarisnya maka ia diharamkan memperoleh warisan sebagaimana sabda Nabi Muhammad, "Pembunuh tidak berhak mendapat apa-apa. Jika tidak ada pewaris yang lain, maka pewarisnya orang terdekat darinya, dan pembunuh tidak dapat mewarisi apa pun." (HR. Abu Daud)

  1. Satu Alasan yang Menetapkan Seseorang Bisa Mendapatkan Warisan Secara Rinci
Syarat terakhir ini ditetapkan oleh hakim untuk menunjukkan bahwa seseorang adalah ahli waris yang berhak menerima warisan dari pewaris atau tidak. Pernyataan saksi saja tidak cukup, kecuali terdapat alasan pewarisan yang masuk akal.

Sedangkan rukun waris terdapat tiga:

  1. Orang yang mewariskan (al-muwarrist), yaitu orang yang meninggal dunia.
  2. Orang yang mewarisi (al-waarist), yaitu orang yang berhak memperoleh warisan dengan syarat-syarat yang sudah disebutkan di atas.
  3. Pusaka yang diwarisi (al-maurust), yaitu harta peninggalan si mayit yang mungkin diwariskan. Jika salah satu dari rukun atau syarat yang sudah dipaparkan di atas tidak terpenuhi maka pewarisan menjadi batal. Hal ini dikarenakan warisan adalah hak seseorang terhadap harta orang lain. Orang yang tidak memenuhi rukun dan syarat tidak berhak memperoleh kepemilikan pusaka mayit yang sudah meninggal.
Hukum Waris Perdata

Hukum waris dalam ilmu hukum merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat dijumpai dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian mengenai hukum waris itu sendiri tidak dapat dijumpai pada bunyi pasal-pasal yang mengaturnya dalam KUH Perdata tersebut.

Hukum Waris Adat

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, dan adat-istiadat yang berbeda satu dengan lainnya. Hal itu mempengaruhi hukum yang berlaku di tiap golongan masyarakat yang dikenal dengan sebutan hukum adat. Hukum adat itu sendiri bentuknya tak tertulis, hanya berupa norma dan adat-istiadat yang harus dipatuhi masyarakat tertentu dalam suatu daerah dan hanya berlaku di daerah tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya. Oleh karena itu, hukum waris adat banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan atau kekerabatan. Di Indonesia hukum waris mengenal beberapa macam sistem pewarisan, yaitu:
  • Sistem keturunan: sistem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak, sistem matrilineal berdasarkan garis keturunan ibu, dan sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan kedua orang tua.
  • Sistem Individual: berdasarkan sistem ini, setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya sistem ini diterapkan pada masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan bilateral seperti Jawa dan Batak.
  • Sistem Kolektif: ahli waris menerima harta warisan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap ahli waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut. Contohnya adalah barang pusaka di suatu masyarakat tertentu.
  • Sistem Mayorat: dalam sistem mayorat, harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak tertentu. Misalnya kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga, seperti di masyarakat Bali dan Lampung harta warisan dilimpahkan kepada anak tertua dan di Sumatra Selatan kepada anak perempuan tertua.

Sekian ulasan kali ini, terima kasih atas atensi yang telah diberikan.


Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sumber:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Mata Kuliah Agama Islam