Resume Mata Kuliah Agama Islam
Pertemuan Kesembilan: Peringatan
Allah tentang Takaran dan Timbangan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Momen
bulan ramadhan menjadi sarana bagi umat islam untuk introspeksi diri dan
meningkatkan ibadah. Salah satu ibadah yang dianjurkan yaitu tadarus Al-quran
yang memiliki artian bahwa Al-quran tidak hanya dibaca, tetapi juga ditelaah
dan dipahami sebagi petunjuk kita dalam melakukan tindakan. Al-quran merupakan
peringatan bagi orang-orang yang tidak menjalankan perintah-Nya, salah satu
peringantan tersebut adalah tentang tindakan kecurangan dalam takaran dan
timbangan. Agar lebih jelas, berikut ulasannya. Semoga bermanfaat.
Takaran dan Timbangan
Takaran adalah alat
yang digunakan untuk menakar. Dalam aktifitas bisnis, takaran (al-kail)
biasanya dipakai untuk mengukur satuan dasar ukuran isi barang cair, makanan
dan berbagai keperluan lainnya. Kata lain yang sering juga dipakai untuk fungsi
yang sama adalah timbangan (al-wazn) yang dipakai untuk mengukur satuan berat.
Timbangan adalah suatu macam alat ukur yang diberikan perhatian untuk
benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam perspektif ekonomi
syariah.
Mengurangi timbangan
dan takaran adalah mengurangi ukuran atau jumlah barang yang ditimbang atau ditakar.
Misalnya ukuran gula 1kg tetapi ukuran itu dikurangi. Tindakan seperti ini
adalah tindakan curang yang seharusnya dijauhi. Perbuatan ini adalah kebohongan
kepada pembeli. Kejujuran sangat ditekankan karena kejujuran merupakan kunci kebersihan
hidup dari kebohongan-kebohongan yang hanya akan menjerumuskan manusia ke dalam
neraka.
Perbuatan mengurangi
takaran dan timbangan akan menghilangkan kepercayaan dari orang lain. Ini
sangat merugikan, karena ketika kepercayaan dari orang lain sudah tidak ada,
maka akan mendapatkan kesulitan, hidup haruslah bergandengan, ketika orang
tidak percaya lagi maka kita akan tersisih dan selalu di anggap curang walaupun
suatu ketika kita tidak curang. Untuk itulah Allah sangat menekankan perbuatan
jujur karena jujur akan selalu membawa pada kebaikan-kebaikan.
Sebab-Sebab Seseorang Terjerumus
ke Dalam Kecurangan
Ada beberapa faktor
yang mendorong seorang untuk berani berbuat curang, yaitu:
1.
Rakus terhadap
harta.
Jalan yang terang
menjadi gelap dihadapan orang yang rakus. Yang ada pada dirinya adalah
bagaimana hasrat dirinya terpenuhi. Telah hilang dari dirinya sifat belas
kasihan terhadap orang lain dan tak memedulikan agamanya menjadi korban. Rasulullah
bersabda:
مَا
ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِى غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ
عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِيْنِهِ
“Dua serigala yang
lapar yang dilepas pada (kerumunan) kambing tidak lebih merusak daripada ambisi
seseorang terhadap harta dan kedudukan (dalam merusak) agamanya.” (HR. Ahmad
dan at-Tirmidzi)
2.
Lemahnya iman.
Sebab keberanian
seseorang yang melakukan kecurangan adalah ketidakpercayaan mereka terhadap
hari akhir, padahal seandainya mereka mengimaninya dan mengetahui bahwa mereka
akan berdiri di hadapan-Nya yang akan menghitung seluruh perbuatan manusia baik
sedikit maupun banyak, niscaya orang yang berbuat curang akan berhenti dari
perbuatannya dan bertobat.
3.
Minimnya
bimbingan agama.
Segala kesesatan yang
ada di muka bumi ini pada dasarnya tidak keluar dari salah satu dari dua hal:
kebodohan, dan mengikuti hawa nafsu. Oleh karena itu, tugas para ulama dan da’i
sangat besar untuk menyadarkan manusia dari setiap penyimpangan. Sungguh, ruang
untuk memberikan bimbingan keagamaan sangatlah luas. Bisa berupa tulisan, ceramah,
dan semisalnya. Apabila bimbingan digalakkan, kebaikan akan menebar, dan
kejelekan akan meredup. Ini merupakan tugas mulia yang dengannya umat ini
meraih predikat sebaik-baik umat.
4.
Lemahnya
pengawasan pemerintah.
Ketegasan penguasa
dalam menindak para penipu dan para pelaku kecurangan bisa mengekang gelombang
aksi penipuan. Bila di masa Rasulullah ada pedagang yang berusaha menipu
pembeli demi meraih keuntungan, tentu di zaman sekarang sudah menjadi rahasia
umum justru kebanyakan pedagang melakukan praktik demikian. Maka dari itu,
pemerintah tidak boleh menganggap ringan permasalahan ini, bila dibiarkan maka
krisis agama tak bisa dihindarkan sebelum terjadi krisis ekonomi.
Peringatan Allah kepada
Orang yang Berbuat Curang
1.
Q.S.
Al-Muthaffifin: 1-3
وَيْلُ
لِّلْمُطًفِّفِيْنَ (١) اًلِّذِيْنَ اِذَا اكْتَالُواْ عَلَى الناسِ يَسْتَوفُوْنَ
(٢) وَاِذَا كَالُوْهُمْ أَوْوَزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ (٣)
Terjemahan:
“Kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang curang, (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran
dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.
Dalam ayat ini Allah
timpakan azab dan kehinaan yang sangat besar di hari kiamat atas orang yang
suka curang dalam takaran dan timbangan, yaitu orang-orang yang apabila mereka
yang menerima barang dari orang lain, mereka tidak mau menerima kalau tidak
cukup sempurna, akan tetapi apabila orang lain yang menerimanya maka merekapun
berusaha agar timbangan dan takaran itu tidak sempurna. Berlaku curang yang
dimaksud dalam ayat ini tidak saja perbuatan dalam takaran dan timbangan,
tetapi juga dalam hal upah mengupah, sewa menyewa dan sebagainya.
2.
Q.S. Asy Syu'ara:
181-183
أَوْفُوْا
الْكَيْلَ وَلَا تَكُوْ نُوْا مِنَ الْمُخْسِرِيْنَ (١٨١) وَزِنُوْا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيْمِ
(١٨٢) وَلَاتَبْخَسُوْا النَّاسَ أَشْياَءهم وَلَاتَعْثَوْا فِيْ اْلاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ
(١٨٣)
Terjemahan:
“Sempurnakanlah takaran
dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan
timbangan yang lurus, Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”
3.
Hadist yang
Menjelaskan tentang Takaran dan Timbangan
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَمْ
يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤُنَةِ
وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
Terjemahan:”Dan
tidaklah mereka berbuat curang ketika menakar dan menimbang melainkan mereka
akan ditimpa kekeringan, mahalnya biaya hidup dan kelaliman para penguasa.”
Maksudnya adalah mereka
ditimpa kekeringan dan paceklik, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala menahan hujan
dari mereka (Dia tidak menurunkan hujan untuk mereka), dan jika bumi
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan maka Allah akan mengirimkan musibah kepada mereka
berupa serangga, ulat dan hama penyakit lain yang merusak tanaman. Dan jika
tanaman itu berbuah maka buahnya tidak ada rasa manis dan segar. Betapa banyak
petani yang melakukan kecurangan mendapati buah-buahannya tidak memiliki rasa.
Semoga topik kali mampu
memberikan pelajaran agar kita tidak melakukan kecurangan yang dapat merugikan
diri sendiri dan orang lain. Aamiin.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Sumber:
Komentar
Posting Komentar