Resume Mata Kuliah Agama Islam
Pertemuan Kedua (Bagian 2): Manusia
sebagai Khalifah fil Ardh
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Hallo,
sahabat literasi! Jika disebutkan kata khalifah, yang pertama kali menghiasi
benak kita kemungkinan besar adalah pemimpin umat islam setelah wafatnya Rasulullah, tetapi ada makna lain yang tersembunyi didalamnya. Dipostingan kali
ini kita akan membahas tentang khalifah dengan makna sebagai kodrat manusia untuk
menjaga muka bumi yang ditinggali tetap terjaga kelangsungannya.
Allah
berfirman dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 30.
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا
وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ
إِنِّي
أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Terjemahan:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 30).
Menurut
Syaikh Mustafa Al-Maraghi, sebagaimana dikutip oleh Wahib Mu’thi dalam
artikelnya, Khalifah berarti pengganti, yaitu pengganti dari jenis makhluk yang
lain, atau pengganti, dalam arti makhluk
yang diberi wewenang oleh Allah agar
melaksanakan perintah-Nya di muka bumi. Artinya, “khalifah” berarti
bertanggung jawab dari semua makhluk di muka bumi untuk mengelola semua ciptaan
Allah yang ada di muka bumi, baik yang hidup maupun yang mati.
Sebagai
khalifah di bumi, manusia mempunyai peranan penting yang dijalankan sampai
akhir zaman, diantaranya:
1. Memakmurkan Bumi (Imaratul
Ardh)
Imaratul
ardh yang berarti mengelola dan memelihara bumi, tentu saja bukan sekedar
membangun tanpa tujuan apalagi hanya untuk kepentingan diri sendiri. Tugas
membangun justru merupakan sarana yang sangat mendasar untuk melaksanakan
tugasnya yang inti dan utama yaitu ibadatullah (beribadah kepada Allah). Lebih
dari itu adalah sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat
yang menjadi tujuan utama. Pembangunan materi, dengan memanfaatkan kekayaan
alam yang telah disediakan Allah di muka bumi tercinta ini dengan arahan dan
syariat yang lurus. Khalifah juga harus berupaya untuk menjadikan manusia pada
zamannya memiliki peradaban yang baik.
2. Perlindungan (al-hifdz)
Khalifah
memiliki fungsi untuk melindungi bumi dan seisinya, yang terkandung atas lima
pokok kehidupan yaitu, agama (aqidah), jiwa manusia, harta kekayaan, akal
pikiran, dan keturunan (kehormatan).
Manusia
diberi hak hidup oleh Allah swt. Bukan untuk hidup semata, melainkan ia
diciptakan oleh Allah untuk mengabdi kepada-Nya. Dalam rangka pengabdian
inilah, manusia dibebani kewajiban yang sangat erat kaitannya dengan usaha dan
kesungguhan manusia itu sendiri.
Manusia
atau yang biasa disebut oleh Allah dalam Al Qur’an dengan sebutan Bani Adam mempunyai
kedudukan yang sangat mulia, bahkan mahluk Allah yang paling mulia diantara
mahluk-makhluk Allah yang lain. Nilai lebih yang diberikan Allah ini merupakan
pembeda manusia dengan ciptaan Allah yang lain. Namun kemuliaan yang diperoleh manusia
ini memiliki nilai konsekuensi yang berat. Karena pada diri manusia terdapat
nafsu yang tidak selamanya dapat diajak kompromi untuk menjalankan ketaatan
kepada Allah swt. Hal tersebut sesuai dengan yang termaktub dalam Al-Quran
surah Asy-Syams ayat 8.
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا
Terjemahan:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Allah
titipkan pada jiwa manusia kebaikan dan kefasikan. Jalur mana yang akan dipilih
menjadi opsi manusia untuk dapat membuat
keputusan dengan bekal akal dan pikiran yang telah dikaruniakan oleh-Nya. Bila
jiwa yang dititipkan didominasi perbuatan yang haq bukan tidak mungkin wujud
perbuatan yang dilakukan merupakan akhlakul karimah, namun bila jiwa manusia
dilingkupi oleh kefasikan maka realisasi sikap yang ditujukan pemiliknya adalah
perbuatan maksiat. Jiwa kefasikan erat kaitannya dengan nafsu manusia yang
lebih condong mendorong manusia untuk berbuat keburukan.
Nafsu
inilah yang sering membuat manusia tidak konsisten pada nilai kemanusiaanya dan
bahkan sering sekali menelantarkannya dalam kehinaan. Diantara pemberiaan Allah
kepada manusia adalah diberikanya kemampuan fisik dan berfikir. dua kemampuan
ini yang pada dasarnya akan menumbuhkan sumber daya manusia, sekaligus akan memacu
manusia untuk mencapai kualitas terbaiknya, bila dibarengi dengan kemauan untuk
berusaha.
Kualitas
manusia pada dasarnya ditentukan oleh potensi dirinya. Potensi diri yang
membentuk kualitas ini meliputi berbagai aspek kehidupan. Secara umum potensi yang
telah diberikan oleh Allah swt. kepada setiap manusia mukallaf (aqil, baligh)
adalah potensi akal dan fisik. Potensi akal berkembang menjadi ilmu pengetahuan
sedangkan potensi fisik berkembang menjadi ketrampilan, semangat berkarya dan
lainya.
Maka
dari pengkajian ini dapat kita pahami, manusia dalam konsepsi Al Qur’an adalah
manusia ibadatullah dan imaratul ardh. Dan kedua hal ini sangat berkaitan
antara satu dan yang lainnya. Hal ini yang telah di contohkan oleh Allah
melalui Rasulullah saw. Ketika hijrah ke Madinah, sesampainya di tujuan
(Madinah) Rasulullah membangun bangunan monumental dan bersejarah yang sampai
hari ini masih dilestarikan bahkan terus di kembangkan. Dua bangunan yang
dimaksud adalah masjid (Quba) dan pasar. Tidak seharusnya ada kesenjangan
antara masjid dan pasar karena pada dasarnya kedua hal tersebut menyatu dalam
jiwa manusia.
Melihat
betapa besarnya peran manusia diatas, maka para malaikat bersujud kepada Nabi
Adam sebagai penghormatan betapa besarnya peranan dari makhluk baru yang
diciptakan oleh Allah swt, sujud yang menandakan betapa besarnya jati diri
manusia itu dari para malaikat, sujud yang menandakan betapa identitas manusia itu
sangat dimuliakan oleh Allah swt.
وَإِذْ قُلْنَا
لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ
الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ (الكهف: 50)
Terjemahan:
"Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah
kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari
golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya."
Sekian
dulu ulasan yang penulis dapat bagikan kepada sahabat literasi. Semoga
bermanfaat.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber:
Sumber:
Komentar
Posting Komentar